Hukum Makan Uang Slot

Hukum Makan Uang Slot

Hukum Menonton Film Dewasa Menurut Islam, Begini Penjelasan Ulama

Demikian ulasan mengenai hukum menafkahi keluarga dari uang hasil judi slot. Semoga mencerahkan.

Editor: Komaruddin Bagja

(UINSGD.AC.ID) — Di dunia maya banyak aplikasi judi slot yang membuat sebagian orang tergiur dengan keuntungan berlipat dari praktik perjudian online ini. Lalu jika dalam praktiknya mendapatkan hasil atau keuntungan, bagaimana hukumnya jika uang hasil dari judi slot itu digunakan untuk menafkahi keluarga?

Dilansir dari laman Kemenag, dalam Islam, judi adalah salah satu perbuatan yang dilarang dan haram hukumnya. Penjelasan terkait larangan berjudi berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah [50] ayat 90:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”

Abu Al Muzhaffar As-Sam’ani, dalam Tafsir as-Sam’ani, [Riyadh, Darul Wathan, 1997], jilid I, halaman 61 mengatakan ayat ini turun menceritakan tentang permainan judi yang dilakukan oleh orang-orang Arab pada masa lalu. Permainan judi tersebut dilakukan dengan menggunakan kambing [hewan ternak]. Orang-orang akan membeli kambing dan menyembelihnya. Selanjutnya, daging kambing tersebut akan dibagi menjadi 28 bagian.

Kemudian, bagian-bagian daging kambing yang berjumlah 28 tersebut akan dipertaruhkan. Orang-orang akan bertaruh pada bagian daging kambing mana yang mereka inginkan. Bagian daging kambing yang menang akan menjadi milik orang yang bertaruh pada bagian tersebut.

Permainan judi ini dianggap sebagai perbuatan haram dalam Islam. Hal ini karena permainan judi termasuk dalam kategori gharar, yaitu transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian. Abu Muzhaffar berkata;

قَالَ الْأَصْمَعِي: كَانَ ميسرهم على الْجَزُور، فَكَانُوا يشْتَرونَ جزورا وينحرونه، ويجعلونه على ثَمَانِيَة وَعشْرين سَهْما،

“Asma’i berkata: Perjudian mereka adalah dengan seekor hewan ternak, mereka membeli hewan ternak dan menyembelihnya, dan mereka menjadikannya sebagai 28 bagian.”

Terkait hukum seorang istri, anak, dan keluarga yang memakan makanan hasil judi dari suami atau ayahnya, KH. M. Sjafi’i Hadzami, dalam buku 100 Masalah Agama, jilid 3, halaman 286 mengatakan bahwa seseorang yang sudah dewasa [termasuk anak dan istri] yang mengetahui bahwa sesuatu yang dimakannya itu adalah sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan Rasulullah, maka hal itu wajib ditinggalkan, artinya jangan dimakan.

Pasalnya, jika sesuatu yang haram dan diketahui bahwa itu berasal dari yang haram, maka kelak di akhirat akan dituntut. Sebagamaina dijelaskan oleh Syekh Zainuddin al-Malibary dalam kitab Fathu al-Mu‘in, halaman 67 bahwa jika seseorang mengetahui barang tersebut secara lahiriah tidak baik [haram], maka orang tersebut akan dituntut di akhirat.

فائدة لو أخذ من غيره بطريق جائز ما ظن حله وهو حرام باطنا فإن كان ظاهر المأخوذ منه الخير لم يطالب في الآخرة وإلا طولب قاله البغوي

“Faidah: Jika seseorang mengambil sesuatu dari orang lain dengan cara yang sah, tetapi ia mengira itu halal, padahal secara batin sebenarnya haram, maka jika orang yang memberinya itu tampak baik, maka ia tidak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Namun jika tidak [zahir barang tersebut tidak baik], maka ia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Hal ini dikatakan oleh Imam Al-Baghawi.

Hal serupa juga ditegaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin, jilid 7 halaman 337 bahwa jika seorang diundang makan, dan ia mengetahui bahwa makanan yang dihidangkan dalam undangan tersebut haram, maka haram baginya untuk memenuhi undangan tersebut. Hal ini karena memakan makanan haram adalah dosa.

دعاه مَن أكثر ماله حرام، كرهت إجابته كما تكره معاملته. فإن علم أن عين الطعام حرام، حرمت إجابته

“Seorang muslim yang diundang oleh seseorang yang sebagian besar hartanya haram, maka ia makruh untuk memenuhi undangan tersebut, sebagaimana ia makruh untuk melakukan transaksi dengannya. Jika ia mengetahui bahwa makanan yang dihidangkan haram, maka haram baginya untuk memenuhi undangan tersebut.”

Jika sudah mengetahui bahwa makanan yang dimakan merupakan hasil dari judi slot yang dilarang oleh agama dan negara, maka seyogianya pihak keluarga tidak memakannya. Terkecuali dalam kondisi darurat, misalnya kalau tidak memakan makanan tersebut akan menimbulkan celaka dan kerusakan, maka dibolehkan memakannya dengan sekadar untuk bertahan hidup.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Maidah [5] ayat 3;

فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Selanjutnya, KH. M. Sjafi’i Hadzami mengatakan bahwa jika seseorang kanak-kanak yang belum dewasa (belum mampu untuk mencari nafkah buat dirinya), artinya hidupnya tergantung dari nafkah ayah dan ibunya, maka dalam keadaan yang demikian anak-anak tersebut dibebaskan dari dosa dan diperbolehkan karena belum dibebani taklif syar’i.

Jika anak atau istri mengetahui ayah atau suaminya main judi slot, seyogianya senantiasa diingatkan bahwa hukum menafkahi keluarga dari harta yang haram adalah haram. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah [2] ayat 188 yang berbunyi:

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Dengan demikian menafkahi keluarga dari harta yang haram akan menimbulkan dampak negatif, baik bagi pemberi maupun penerima nafkah. Bagi pemberi nafkah, ia akan mendapatkan dosa dan mendapat murka dari Allah SWT. Bagi penerima nafkah, ia akan mendapatkan harta yang haram dan akan terbiasa dengan hal-hal yang haram. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ghazali dalam kitab Bidayatul al-Hidayah, [Kairo: Maktabah Madbuly, 1993], halaman 56:

وأما البطن: فاحفظه من تناول الحرام والشبهة، واحرص على طلب الحلال، فإذا وجدته فاحرص على أن تقتصر منه على ما دون الشبع، فإن الشبع يقسي القلب، ويفسد الذهن، ويبطل الحفظ، ويثقل الأعضاء عن العبادة والعلم، ويقوي الشهوات، وينصر جنود الشيطان. والشبع من الحلال مبدأ كل شر، فكيف من الحرام وطلب الحلال فريضة على كل مسلم، والعبادة مع أكل الحرام كالبناء على السرجين.

“Adapun perut, maka jagalah dari memakan yang haram dan syubhat, dan bersungguh-sungguhlah untuk mencari yang halal. Jika engkau menemukannya, maka bersungguh-sungguhlah untuk membatasi diri darinya hanya sampai batas kenyang. Karena kenyang akan mengeraskan hati, merusak pikiran, membatalkan hafalan, memberatkan anggota badan untuk beribadah dan belajar, memperkuat nafsu, dan menolong pasukan setan.Kenyang dari yang halal adalah awal dari segala keburukan, maka bagaimana dengan yang haram? Mencari yang halal adalah kewajiban bagi setiap Muslim, dan beribadah dengan memakan yang haram seperti membangun di atas pasir.” (Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam)

Hukum Menggunakan WiFi Tetangga Tanpa Izin dalam Islam

Arti Sendok Berkurang dalam Islam, Ternyata Ini Maknanya!

Selain itu, disebutkan pada kitab Fathu al-Mu‘in, halaman 67 yang ditulis oleh Syekh Zainuddin al-Malibary, menyebut seseorang yang mengetahui bahwa barang tersebut bersifat haram, maka nanti di akhirat ia akan dituntut oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Faidah: Jika seseorang mengambil sesuatu dari orang lain dengan cara yang sah, tetapi ia mengira itu halal, padahal secara batin sebenarnya haram, maka jika orang yang memberinya itu tampak baik, maka ia tidak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Namun jika tidak [zahir barang tersebut tidak baik, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Hal ini dikatakan oleh Imam Al-Baghawi.

Pengertian Tasamuh Dalam Islam, Lengkap dengan Dalil serta Contohnya

Di masa tersebut, permainan judi dimainkan dengan cara menggunakan kambing atau hewan ternak lainnya. Mereka akan memotong seekor kambing menjadi 28 bagian. Bagi orang yang bertaruh lebih besar, maka ia akan mendapatkan bagian tubuh kambing yang diinginkannya.

Hukum uang hasil judi dimakan oleh keluarganya telah dibahas pada buku 100 Masalah Agama, jilid 3, halaman 286, karya KH. M. Sjafi’i Hadzami. Dalam buku tersebut disebutkan, Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam mengatakan bahwa uang hasil perjudian haram untuk dimakan dan wajib untuk ditinggalkan.

Hukum Menafkahi Keluarga dari Uang Hasil Judi Slot

Melansir laman Kemenag Republik Indonesia, bermain judi hukumnya adalah haram. Sebagaimana disebutkan pada Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 90 yang bunyinya,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Bolehkah makan daging hiu? Trim’s

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ulama berbeda pendapat mengenai hukum makan daging ikan hiu,

Pertama, ikan hiu hukumnya haram, karena termasuk binatang buas yang menyerang. dan terdapat dalil yang shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan daging binatang buas yang bertaring dan semua burung yang memiliki cakar untuk menangkap mangsanya.

Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim 1934)

Kedua, daging ikan hiu hukumnya halal dimakan berdasarkan kaidah umum bahwa semua binatang air, halal dimakan, bahkan meskipun tidak disembelih (bangkai).

Kaidah ini berdasarkan firman Allah,

أُحِلَّ لَكُمْ ‏صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعاً لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُماً وَاتَّقُوا اللَّهَ ‏الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram… (QS. al-Maidah: 96).

Juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait hewan laut,

هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Laut itu airnya suci dan bangkainya halal. (HR. Ahmad 7233 dan an-Nasai 59).

Dalam Fatwa Lajnah Daimah, ada pertanyaan mengenai hukum daging Hiu.

Jawaban Lajnah Daiman,

السمك كله حلال، سمك القرش وغيره

Semua ikan hukumnya halal, baik ikan hiu maupun yang lainnya. (Fatawa Lajnah Daimah, 22/320).

Dan pendapat kedua inilah yang lebih kuat..

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !!

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

🔍 Kebersihan Sebagian Dari Iman Hadits Palsu, Hukum Membatalkan Puasa Sunnah Senin Kamis, Sulam Alis Halal Atau Tidak, Hidup Setelah Mati Dalam Islam, Cara Mengewe, Cara Memakai Pacar Kuku Henna

Visited 245 times, 2 visit(s) today

Ustadz Ammi Nur Baits

Beliau adalah Alumni Madinah International University, Jurusan Fiqh dan Ushul Fiqh. Saat ini, beliau aktif sebagai Dewan Pembina website PengusahaMuslim.com, KonsultasiSyariah.com, dan Yufid.TV, serta mengasuh pengajian di beberapa masjid di sekitar kampus UGM.

BincangSyariah.Com – Saat ini, selain diternak, jangkrik termasuk hewan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang mengkonsumsi jangkrik. Ini disebabkan karena jangkrik diyakini menambah stamina tubuh, menambah gairah seksual, serta mampu menunda menopause bagi wanita. Namun dalam Islam, bagaimana hukum makan jangkrik ini?

Dalam kitab-kitab fiqih, jangkrik disebut dengan jundub dan termasuk bagian hewan hasyarat atau hewan yang melata di bumi. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum makan jangkrik dan semua jenis hewan hasyarat ini.

Menurut ulama Syafiiyah, hukum makan jangkrik dan semua jenis hewan hasyarat adalah haram. Hal ini selain menjijikkan atau khabaits, juga jangkrik termasuk hewan yang tidak layak dimakan oleh orang yang memiliki jiwa dan tabiat yang sehat.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ berikut;

في مذاهب العلماء في حشرات الأرض كالحيات والعقارب والجعلان وبنات وردان والفأرة ونحوها : مذهبنا أنها حرام

Pendapat para ulama mengenai hewan bumi seperti ular, kalajengking, kumbang/serangga, tikus dan lain-lain. Menurut pendapat kami (ulama Syafiiyah) hukumnya adalah haram.

Dalam kitab Al-Iqna’ juga disebutkan sebagai berikut;

وَلَا تَحِلُّ الْحَشَرَاتُ وَهُوَ صِغَارُ دَوَابِّ الْأَرْضِ كَخُنْفُسَاءَ وَدُودٍ

Tidak halal hasyarat (hewan bumi) yaitu hewan-hewan kecil di bumi, seperti kumbang dan ulat atau cacing.

Dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Al-Zuhaili menyebutkan sebagai berikut;

ويحرم أكل حشرات الأرض صغار دوابها كالعقرب والثعبان والفأرة والنمل والنحل

Haram makan hewan, yaitu binatang-binatang kecil bumi, seperti kalajengking, ular, tikus, semut, dan lebah.

Juga disebutkan oleh Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla berikut;

لا يحل أكل الحلزون البري ‏ولاشيء من الحشرات كلها كالوزغ والخنافس والنمل والنحل والذباب والدبر ‏والدود كله -طيارة وغير طيارة- والقمل والبراغيث والبق والبعوض وكل ما كان من ‏أنواعها

Tidak halal memakan siput darat, juga tidak halal memakan seseuatupun dari jenis hasyarat, seperti cicak (masuk juga tokek), kumbang, semut, lebah, lalat, cacing, kutu, nyamuk, dan yang sejenis dengan mereka.

Sementara menurut ulama Malikiyah, makan jangkrik hukumnya boleh dan halal dengan syarat harus disembelih dan dipastikan tidak membahayakan. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Ma’rifah Al-Sunan wa Al-Atsar berikut;

وقال المالكية: يباح بالذكاة اكل خشاش الارض كعقرب وخنفساء وبنات وردان وجندب ونمل ودود وسوس

Ulama Malikiyah berkata: Boleh makan hewan bumi dengan syarat disembelih, seperti kalajengking, kumbang, jangkrik, semut, ulat, dan ngengat.

BincangSyariah.Com – Ikan hiu termasuk ikan laut yang memiliki ukuran besar dan jarang kita menemui seseorang makan daging ikan hiu. Bagaimana hukum makan daging ikan hiu, apakah boleh?

Menurut kebanyakan ulama Syafiiyah, ikan hiu hukumnya halal dan boleh dimakan. Meski berukuran besar dan terkadang menyerang, namun ikan hiu halal dan boleh untuk dimakan dan dikonsumsi.

Ini sebagaimana disebutkan Hasyiatul Jamal berikut;

وَحَرُمَ مَا يَعِيشُ فِي بَرٍّ وَبَحْرٍ كَضِفْدَعٍ…قَوْلُهُ وَتِمْسَاحٍ أَيْ بِخِلَافِ الْقِرْشِ فَإِنَّهُ حَلَالٌ كَمَا أَفْتَى بِهِ الْمُحِبُّ الطَّبَرِيُّ وَفَرَسِ الْبَحْرِ حَلَالٌ كَمَا أَفْتَى بِهِ بَعْضُهُمْ

Dan diharamkan hewan yang hidup di darat dan air seperti katak. Perkataan mushannif ‘Dan haram juga buaya’, artinya ini berbeda dengan ikan hiu. Sesungguhnya ikan hiu adalah halal sebagaimana telah difatwakan oleh Al-Muhibb Al-Thabari. Dan kuda laut hukumnya halal sebagaimana difatwakan oleh sebagian ulama.

Dalam kitab I’anatut Thalibin, Syaikh Abu Bakar Syatha juga menegaskan bahwa ikan hiu tidak haram dimakan. Artinya, hiu halal dimakan. Beliau berkata sebagai berikut;

قوله: لا قرش أي لا يحرم قرش

Perkataan mushannif bukan hiu, artinya hiu tidak haram dimakan.

Menurut para ulama, kehalalan makan daging hiu ini berdasarkan keumuman firman Allah bahwa setiap hewan laut halal dimakan dan diburu, meskipun sudah berupa bangkai. Dalam surah Al-Maidah ayat 96, Allah berfirman;

أُحِلَّ لَكُمْ ‏صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعاً لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ

Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagi kalian, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.

Juga berdasarkan hadis bahwa air laut hukumnya suci dan bangkainya halal dimakan. Tentu karena ikan hiu termasuk ikan laut, maka ia boleh dan halal dimakan. Hadis dimaksud diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Al-Nasa-i, Nabi Saw bersabda;

هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Laut itu airnya suci dan bangkainya halal.

Karena hiu termasuk ikan besar, maka dianjurkan untuk menyembelihnya jika hendak memakannya. Ini sebagaimana disebutkan oleh Ustman Fauzi Ali Al-Abidi dalam kitab Al-Hayawan fi Al-Quran Al-Karim berikut;

الحيوان البحري لا يحتاج الى تذكية الا انه وَيُسْتَحَبُّ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ ذبح مَا تَطُول حَيَاتُهُ كَسَمَكَةٍ كَبِيرَةٍ. وَيَكُونُ الذبح مِنْ جِهَةِ الذَّيْل فِي السمك، وَمِنَ الْعُنُقِ فِيمَا يُشْبِهُ حَيَوَانَ الْبَرِّ. فَإِذَا لَمْ يَكُنْ مِمَّا تَطُول حَيَاتُهُ كُرِهَ ذبحه وَقَطْعُهُ حَيًّا

Hewan laut tidak perlu disembelih hanya saja menurut ulama Syafiiyah, disunnahkan menyembelih ikan yang lama hidupnya seperti ikan besar. Dan sembelihannya dari sisi ekor dalam ikan secara umum, dan dari leher jika ikan tersebut menyerupai hewan darat. Jika kehidupannya tidak lama, maka makruh menyembelihnya dan memotongnya dalam keadaan masih hidup.

Dalam Islam, hukum judi jelas haram. Diibaratkan bahwa jika bersedekah dengan uang judi seperti mencuci kain dengan air kencing, bukannya bersih malah tambah kotor. Foto ilustrasi/ist

menggunakan uang judi? Dalam Islam, hukum judi jelas haram. Diibaratkan bahwa jika bersedekah dengan uang judi seperti mencuci kain dengan air kencing, bukannya bersih malah tambah kotor.

sendiri adalah amalan yang sangat mulia, bahkan sangat berpahala. Untuk mengamalkanya, harus dilakukan dengan cara yang baik dan mulia pula. Apalagi ini tentang harta, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah:188)

Para ahli tafsir mengatakan bahwa kata memakan yang ada pada ayat di atas merupakan penggambaran fenomena umum. Artinya, motivasi sebagian besar orang dalam memiliki harta adalah untuk memenuhi kebutuhan dirinya terhadap makanan. Jadi, penggunakan kata memakan pada ayat di atas bukan bertujuan membatasi keharaman pada memakan saja.

yang diperoleh dengan cara tidak benar mencakup seluruh jenis pemanfaatan. Seseorang yang memperoleh harta dengan cara yang tidak benar, baik itu judi, korupsi, mencuri dan sejenisnya, haram hukumnya memanfaatkan harta tersebut.

Seperti diungkap Ustadz Abdurrochim yang dilansir

, para ulama membagi sesuatu yang diharamkan dalam dua kategori: pertama, haram secara dzatnya. misalnya, daging babi, daging anjing, bangkai, darah dan sejenisnya. Kedua, haram secara hukum. Bisa jadi sesuatu itu halal secara dzat, hanya saja cara memperolehnya tidak sesuai dengan syariat maka haram pula mengkonsumsinya. Misalnya, buah-buahan hasil curian, uang hasil korupsi, uang hasil judi dan lain-lain. Allah Subhanahu wa ta'ala mengharamkan kedua jenis harta di atas.

Abu Mas’ud Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam melarang menerima bayaran jual-beli anjing, bayaran zina dan bayaran praktek perdukunan (sihir).”(HR Bukhari Muslim)

Hadis ini bisa menjadi landasan keharaman suatu harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar.

Lantas bolehkah kita bersedekah dengan harta yang diperoleh dengan cara tersebut? Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa ta'ala menjelaskannya dalam Al-Qur'an:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِنۡ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّاۤ اَخۡرَجۡنَا لَـكُمۡ مِّنَ الۡاَرۡضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الۡخَبِيۡثَ مِنۡهُ تُنۡفِقُوۡنَ وَلَسۡتُمۡ بِاٰخِذِيۡهِ اِلَّاۤ اَنۡ تُغۡمِضُوۡا فِيۡهِ‌ؕ وَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰهَ غَنِىٌّ حَمِيۡدٌ

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS. Al-Baqarah:267)

Kemudian hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima sholat tanpa bersuci dan sedekah dari hasil korupsi (ghulul).” (HR An-Nasa’i)

Berdasarkan ayat dan hadis di atas, Allah Subhanahu wa ta'ala tidak menerima sedekah harta yang diperoleh melalui cara yang tidak benar. Allah ta'ala hanya akan menerima sedekah harta yang berasal dari sumber yang halal.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pengasuh rubrik Konsultasi ZIS Majalah Peduli yang saya hormati. Saya mohon penjelasan, apakah boleh kita bersedekah atau berzakat menggunakan uang haram ? Kalau boleh, apakah bisa uang haram disucikan agar bisa menjadi halal dan bisa disedekahkan? Sekian, dan terimakasih atas jawabannya. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Misbahul Munir, Pasuruan, 08127845xxxx

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Misbahul Munir yang terhormat. Dalam sebuah hadis diterangkan, bahwa Allah itu adalah Dzat yang baik, dan tidak menerima suatu ibadah atau suatu amaliah kecuali yang baik-baik saja. Karena itu, Allah tidak akan menerima sedekah atau zakat yang dibayarkan dengan dengan harta yang haram. Bahkan orang yang melakukan hal seperti ini, doa-doanya tidak akan diterima oleh Allah. Bahkan al-Imam al-Ghazali mengatakan, bahwa ongkos pekerjaan yang berhubungan dengan maksiat itu pekerjaan haram adalah haram juga, dan mensedekahkannya juga tidak boleh dan tidak sah.

Al-Imam an-Nawawi dalam al-Majmu‘ Syarh al-Muhadzdzab juga menukil pendapat dari al-Imam al-Ghazali yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki harta yang haram dan ingin bertaubat, maka jika pemilik harta tersebut masih hidup, wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau wakilnya, dan jika pemiliknya sudah meninggal dunia maka harta tersebut diberikan kepada ahli warisnya, dan jika tidak diketahui pemiliknya, maka harta tersebut hendaknya dibelanjakan untuk kemaslahatan kaum muslimin yang bersifat umum, semisal untuk membangun masjid.

Berdasarkan uraian di atas, berarti diperbolehkan membangun masjid dengan harta yang dihasilkan dari pekerjaan yang haram, seperti harta yang dihasilkan dari penjualan minuman keras, dan hal tersebut dilakukan bukan dalam rangka sedekah, namun sebagai bentuk taubat seseorang yang memiliki harta haram.

Kesimpulannya, bahwa tidak sah sedakah atau zakat dari harta haram. Kemudian jika si pelaku yang memiliki harta haram itu ingin bertaubat, maka harta tersebut harus dikembalikan pada pemiliknya atau wakilnya. Jika pemiliknya sudah wafat, maka serahkan pada ahli warisnya. Namun jika tidak ada, maka harta tersebut ditasarufkan pada kemashlahatan muslimin. Tasaruf ini tidak dikatakan sedekah, namun bentuk pembebasan diri dari harta haram tersebut. Selengkapnya, silakan merujuk pada kitab al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (III/104), al-Majmu‘ Syarh al-Muhadzdzab (9/351), dan Ihya’ ‘Ulumuddin (II/91). Wallahu a’lam bish-shawab.

JAKARTA, iNews.id - Hukum menafkahi keluarga dari uang hasil judi slot jadi informasi penting yang harus diketahui setiap umat Muslim. Di zaman modern seperti sekarang ini, kita dimudahkan dengan berbagai teknologi. Bahkan, tak jarang teknologi tersebut justru digunakan untuk hal-hal yang berfaedah atau bermanfaat, salah satunya mendapatkan uang dengan bermain judi slot.

Lantas, bagaimana hukum menafkahi keluarga dari uang hasil judi slot? Berikut iNews.id akan berikan ulasan mengenai hal tersebut dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (29/11/2023).

Ayat dan Hadits Larangan Pacaran Dalam Islam, Arab dan Artinya

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”

Menurut Tafsir as-Sam'ani yang ditulis oleh Abu Al Muzhafar As-Sam'ani, (Riyadh, Darul Wathan, 1997), jilid 1, halaman 61 menyebut, ayat tersebut turun saat permainan judi masih marak di masa kehidupan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.